Sabtu, 07 Mei 2011

Siapa yang Dipelihara oleh Negara?

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”
Oke! Mari kita lihat dan tinjau lebih dalam (halah!  Gaya tenan..) arti kalimat di atas. Kalimat itu ada dan tertulis jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 34. Saya yakin semua udah hapal luar kepala (sampai berceceran dan lalat-lalatan *pinjam istilah guru saya*).
Siapa itu yang dikatakan fakir miskin?
            Fakir miskin, otomatis termasuk di dalamnya rakyat yang sangat berkekurangan dan yang tergolong miskin (muter2 deh). Tidak susah mencari contoh orang yang miskin di Indonesia yang kaya raya ini. sangat gampang! Ayo lihat bagaimana hidup mereka. Ada yang tidak punya rumah sampai membangun rumah kecilnya di atas pohon dan tinggal di sana bersama keluarga besarnya. Ada yang tidur di emperan toko, ada yang membangun rumah di perkuburan, dan ada juga yang membangun rumah kardus di kebun tetangganya yang berbaik hati meminjamkan lahan. See…..???
Dan, anak-anak terlantar itu????
            Hmmm,, kalau contoh yang ini juga banyak. Coba saja kita melirik sebentar ke bawah jembatan, banyak anak-anak yang berkeliaran di sana. Ada yang bekerja, bermain, mencopet, tidur, dan lainnya. Tapi satu hal yang sama dari mereka, MEREKA TIDAK BERSEKOLAH.
            “Buat makan saja sudah susah, apalagi buat bersekolah”
Itulah yang selalu mereka katakan ketika ditanya kenapa tidak bersekolah. Sangat miris…..!
Lalu bagaimana mereka selama ini?
            Tidak bisa dipungkiri kalau negara kita ini sedang banyak masalah. Yang paling hot saat ini adalah sekelompok orang yang pintar yang sudah mati rasa yang dengan mudahnya menghabisi nyawa orang lain dengan ‘petasan kebanggaan’ miliknya. Coba saja kalau uang yang mereka peroleh dialihkan untuk membangun sekolah jalanan. Dengan kepintaran yang mereka miliki pasti sangat membantu memajukan pengetahuan anak-anak jalanan.
            Satu lagi yang memalukan. Para wakil rakyat sibuk study tour yang dilengkapi foto-foto mereka yang terlihat menyenangkan saat liburan. Dan hasil study tour mereka adalah membangun istana megahnya yang bernilai triliunan.. iiiihhhhwwaaaaaawwww!!!!!
Dipelihara oleh negara?
            Mungkin gak sih yang dimaksud dengan dipelihara oleh negara itu dengan membangun jembatan ataupun jalan layang dan pertokoan megah untuk memfasilitasi fakir miskin dan anak terlantar tidur dan hidup? Pemikiran yang picik tetapi memang itu yang terjadi.
            Saya melihat para wakil rakyatlah yang lebih dipelihara oleh negara, sampai-sampai mereka dibangunkan istana megah dan diperbolehkan belajar ke luar negri (study tour) sedangkan rakyat miskin dibangunkan jembatan dan jalan layang serta tidak bisa memperoleh pendidikan di dalam negrinya.
            Jadi menurut teman-teman, siapa yang sebenarnya dipelihara oleh negara? Siapa yang layak disebut fakir miskin dan anak terlantar yang dipelihara oleh negara? Saya yakin teman-teman pasti tahu jawabannya…
Ruth Hutapea 

Aku (bukan) Tanah Liat

“Hidup itu cuma sekali. Itu harga mati. Kalau aku punya kesempatan lagi, aku ingin lebih banyak bermimpi karena mimpi selalu terasa lebih indah dari pada realiti.”
Dalam mimpi akulah sutradaranya. Dalam mimpi aku yang menulis skenario. Dalam mimpi aku yang menjadi pemeran utamanya. Dalam kenyataan aku hanyalah tanah liat yang terbentuk dari pandangan dan pikiran picik kehidupan.
            Aku ingin menyangkal hidupku bahagia. Aku ingin menyangkal kesempurnaan yang terlihat dari luar tapi hancur di dalam. Aku seperti tempayan tanah liat yang dipoles dan dibentuk tanpa menanyakan terlebih dahulu aku ingin seperti apa karena keyakinannya mengetahui apa yang terbaik untukku.
Aku ingin terus bermimpi menjadi bentuk yang aku inginkan. Bukan untuk dikagumi oleh orang lain tetapi untukku bisa mengagumi diriku sendiri. Rasanya pasti enak bisa menjadi apa yang aku mau dengan kuasaku sendiri. Tapi tidak mungkin aku menjadi seperti itu karena aku hanya tanah liat yang dibentuk bukan membentuk.
Aku dipuji karena kemulusanku tapi aku retak di dalam dan tidak ada yang tahu karena mereka hanya melihat dari luar. Bangga rasanya dipuji tapi hanya sesaat itu saja. Mereka harus menghancurkanku untuk tahu seperti apa aku di dalam. Setelah hancur, apakah retak itu terlihat? Kehancuran menutupi keretakan. Karena itu aku harus menjaga keberadaanku agar tidak tersentuh dan pecah. Tidak akan ada seorang pun yang akan mengerti seperti apa aku. Hanya aku dan Sang Penguasa.
Ingin rasanya mengeraskan diri agar aku tidak bisa terbentuk seperti yang diinginkannya. Tapi aku tahu itu hanya akan membuatnya putus asa dan kecewa karena aku adalah tanah liat terakhir yang ia punya sebelum kemampuannya hilang.
Ada banyak sangkalan yang aku bisa berikan sebagai tanah liat. Ada banyak bantahan juga yang tidak bisa aku hindari sebagai tanah liat walaupun aku bukan tanah liat.
Ruth Hutapea

Surat yang Tak Tersampaikan

Dear Pahlawan Wanitaku yang Paling Cantik,                 Aku bersenandung bersama isak pagi ini                 Terulang memori...