Ketika seorang Pria menyumbangkan
sperma-nya dengan alasan cinta atau apapun dan proses pembuahannya berhasil,
segera pria tersebut akan menjadi ayah secara biologis. Mudah bukan?
Ketika sang anak memulai tangisan
pertamanya, saat itulah sang pria akan memulai perannya sebagai ayah yang
sebenarnya, bukan hanya ayah biologis. Apa bedanya?
Ayah biologis adalah pendonor
sperma kepada sel telur untuk proses pembuahan dalam pembentukan janin. Yang
artinya, semua pria dapat menjadi seorang ayah biologis dengan sangat mudah,
cukup dengan keinginan.
Ayah adalah sosok pria yang
berperan dengan kasih dalam kehidupan anak. Sederhana, bukan? Seorang ayah
biologis belum tentu dapat menjadi sosok ayah. Sosok ayah tidak perlu berasal
dari dan menjadi ayah biologis.
Ayah zaman now, bahkan zaman old
sudah ada hanya saja belum terkuak melebar akibat cepatnya penyebaran informasi
via media social dan internet, kebanyakan beranggapan menjadi ayah adalah
dengan mendonorkan spermanya. Hello, Bapak?? Pernah dengar BANK SPERMA? Mereka
beranggapan dengan mendonorkan sperma, mereka akan otomatis menjadi ayah dan
berhak mendapatkan penghargaan dan penghormatan. Lalu bagaimana dengan
kewajibannya?
Seperti penjelasan sebelumnya,
Ayah bertindak dengan kasih dalam kehidupan anak. Dengan kasih, sosoknya akan
merasa bertanggung jawab untuk mendidik, membersarkan, mendukung, mengarahkan,
hingga akhirnya melepas untuk berjalan sendiri.
Lalu kemana tanggung jawab saat fokus
dengan hak? Itulah yang dinamakan dengan keegoisan, yang menjadi sifat dasar
manusia.
Saat sosok yang seharusnya
menjadi panutan dan cinta pertama putrinya berubah menjadi sosok yang paling
ditakuti akan muncul dalam bentuk lain dalam hidupnya, bentuk yang disebut
sebagai pasangan, saat itulah peran Ayah tidak ada, hanya tertinggal Ayah
biologis.
Selamat Hari Ayah untuk para Ayah
di luar sana!