Sabtu, 07 Mei 2011

Aku (bukan) Tanah Liat

“Hidup itu cuma sekali. Itu harga mati. Kalau aku punya kesempatan lagi, aku ingin lebih banyak bermimpi karena mimpi selalu terasa lebih indah dari pada realiti.”
Dalam mimpi akulah sutradaranya. Dalam mimpi aku yang menulis skenario. Dalam mimpi aku yang menjadi pemeran utamanya. Dalam kenyataan aku hanyalah tanah liat yang terbentuk dari pandangan dan pikiran picik kehidupan.
            Aku ingin menyangkal hidupku bahagia. Aku ingin menyangkal kesempurnaan yang terlihat dari luar tapi hancur di dalam. Aku seperti tempayan tanah liat yang dipoles dan dibentuk tanpa menanyakan terlebih dahulu aku ingin seperti apa karena keyakinannya mengetahui apa yang terbaik untukku.
Aku ingin terus bermimpi menjadi bentuk yang aku inginkan. Bukan untuk dikagumi oleh orang lain tetapi untukku bisa mengagumi diriku sendiri. Rasanya pasti enak bisa menjadi apa yang aku mau dengan kuasaku sendiri. Tapi tidak mungkin aku menjadi seperti itu karena aku hanya tanah liat yang dibentuk bukan membentuk.
Aku dipuji karena kemulusanku tapi aku retak di dalam dan tidak ada yang tahu karena mereka hanya melihat dari luar. Bangga rasanya dipuji tapi hanya sesaat itu saja. Mereka harus menghancurkanku untuk tahu seperti apa aku di dalam. Setelah hancur, apakah retak itu terlihat? Kehancuran menutupi keretakan. Karena itu aku harus menjaga keberadaanku agar tidak tersentuh dan pecah. Tidak akan ada seorang pun yang akan mengerti seperti apa aku. Hanya aku dan Sang Penguasa.
Ingin rasanya mengeraskan diri agar aku tidak bisa terbentuk seperti yang diinginkannya. Tapi aku tahu itu hanya akan membuatnya putus asa dan kecewa karena aku adalah tanah liat terakhir yang ia punya sebelum kemampuannya hilang.
Ada banyak sangkalan yang aku bisa berikan sebagai tanah liat. Ada banyak bantahan juga yang tidak bisa aku hindari sebagai tanah liat walaupun aku bukan tanah liat.
Ruth Hutapea

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat yang Tak Tersampaikan

Dear Pahlawan Wanitaku yang Paling Cantik,                 Aku bersenandung bersama isak pagi ini                 Terulang memori...