Jumat, 11 Agustus 2017

MEMAAFKAN DAN MELUPAKAN



 
Maaf – termasuk dalam tiga kalimat ajaib dalam artikel jauh tahun-tahun lalu, silahkan scroll kalau berminat. Kata ajaib itu ditilik dari sudut pandang si peminta maaf. Lalu bagaimana dengan yang dimintai maaf?
 
“Eh, maaf ya saya gak sengaja.”

“Oh, iya. Gapapa kok.”


Lalu bagaimana dengan kesakitan yang mengakibatkan kepahitan, bahkan dari orang terdekat sekalipun? 


“Tuhan saja memaafkan, apalah kita ini sebagai manusia?”


Sebenarnya hati manusia itu lemah. Ketika ada yang meminta maaf dengan tulus, dengan senyuman dia akan memaafkan. Tapi, ketika hati tersakiti, pesan akan dikirimkan ke otak untuk mengingat rasa sakit tersebut. Hati mungkin memaafkan, tapi otak tidak akan melupakan. Begitulah cara kerjanya.


“Saya memaafkan tapi tidak melupakan”


  Jadi, ketika terjadi situasi meminta maaf – memaafkan, mana yang harus lebih disoroti?



“Meminta maaf itu tidak mudah, harus menurunkan gengsi.”

Begitulah kata para tetua di luar sana.


Jika masih melibatkan gengsi, walaupun orang tersebut mengaku salah, permintaan maaf itu tidak tulus. Kemungkinan untuk terulang lagi? Sangat besar. Saran saya, tidak usah meminta maaf. Sebaiknya segera ambil langkah seribu dari orang yang telah Anda sakiti. Dengan tidak melihat wajah Anda lagi, itu akan membantu mengurangi kepahitan orang tersebut, walaupun sedikit.

“Maafkanlah. Kamu pun pasti pernah berbuat salah ke orang lain”

Lagi, begitulah kata para tetua di luar sana.


Logikanya, jika kita sudah tahu rasa sakitnya seperti apa, apakah kita akan melakukan hal yang sama kepada orang lain? Logika akan menjawab: TIDAK. Lalu bagaimana dengan hati? Dalamnya hati siapa yang tahu, bukan?




Lalu bagaimana dengan yang tidak meminta maaf sama sekali? Jika kesakitan yang diberikan membuahkan kepahitan, buang jauh dia dari kehidupan Anda. Anda berhak untuk bahagia.



Dalam tulisan kali ini, saya banyak memakai kata jika dan jadi. Ini menunjukkan bahwa meminta maaf dan memaafkan adalah aksi timbal-balik, dimana aksi akan mendapatkan reaksi. Ah! Saya jadi merindukan pelajaran fisika saat SMA. Apa kabar guru-guru saya dulu?



Berfikirlah sebelum bertindak.

Jika tidak ingin disakiti, jangan menyakiti.

Jika tidak ingin meminta maaf, jangan menyakiti.

Jika tidak ingin diabaikan, jangan menyakiti.

Jika tidak ingin terbuang, jangan menyakiti.


Selalu mulai dari diri sendiri, jangan selalu melihat ke arah orang lain. Lebih mudah mengontrol diri sendiri dari pada mengontrol apa yang orang lain pikirkan dan rasakan.

“Kurang-kurangin drama dalam hidupmu!”

11 Agustus 2017,

Ruth Hutapea

5 komentar:

  1. Aku kangennnnnnn bagus banget kata-katanya.. ngenaaaaaa 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Nelly!
      Long time no see, ya :)
      Thank you udah sempat mampir..

      Hapus
  2. setuju.. selalu memikirkan ttg hal ini si.
    Otak yang mengingatkan rasa sakit yang pernah ada.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin otak perlu dipenuhi dengan rasa bahagia, biar rasa sakitnya terkubur sedikit demi sedikit 😉

      Hapus

Surat yang Tak Tersampaikan

Dear Pahlawan Wanitaku yang Paling Cantik,                 Aku bersenandung bersama isak pagi ini                 Terulang memori...