" Cerpen ini ada sekitar 4 tahun yang lalu, zaman-zaman masih labil dalam pemikiran dan bahasa. Bahkan saya masih suka senyum-senyum sendiri membacanya. Cerpen ini sengaja tidak saya edit untuk mengingat seperti apa jenis tulisan saya dulu. Selamat membaca sambil tersenyum :) "
Orange Juice Love
By : Ruth Hutapea
Minggu
sore ini, langit hitam. Perlahan air mulai jatuh membasahi halaman yang penuh
rumput, semakin deras. Tidak tahu kapan akan berhenti, aku mencoba mencari
kesibukan di kamar ditemani laptop kesayanganku. Brown namanya. Aku mulai
membuka aplikasinya satu persatu. Tidak ada yang menarik. Aku menjatuhkan
tubuhku ke tempat tidur dengan membiarkan brown tetap menyala di atas meja.
Mataku
mulai terpejam saat ponsel kecilku yang kuberi nama pink sesuai dengan
warnanya, walaupun aku benci pink tapi ini hadiah dari sepupuku. Doni! Nama itu
muncul di layar ponselku.
“Tumben
ni anak nelfon.” Pikirku.
Dengan
enggan tapi penasaran aku menjawab telpon dari Doni.
“Kenapa,
Don? Tumben lo nelfon gue.”
“Gue
butuh bantuan lo, Sha.”
“Rey!”
“Iya,
Reysha.”
“Bantuan
apa?”
“Besok
gue jelasin ke elo. Thanks ya, Rey.”
Telpon
diputus. Aku belum menjawab ‘ya’ tetapi doni sudah mengiyakan jawaban Rey.
Suara
hujan kembali membawaku ke alam mimpi.
Aku
seorang mahasiswi tingkat 2 Fakultas teknik kimia salah satu perguruan tinggi negri
di Yogyakarta. Hari-hariku kebanyakan dihabiskan di kampus. Bukan karena aku
mahasiswi yang benar-benar rajin, tapi karena aku selalu disibukkan dengan
pasien-pasienku, seperti hari ini.
Aku
berjalan santai memasuki area kampus dengan cueknya. Pikiranku sibuk berpikir
tentang apa yang akan aku lakukan hari ini. Kuliah dari pagi sampai siang dan
melayani pasien-pasienku. Tanpa kusadari senyum melebar di bibirku mengingat
kata pasien, istilah yang kuberikan kepada orang yang datang kepadaku untuk
berkonsultasi.
Hari ini ada berapa ya? Aku
membatin.
Akhirnya
aku sampai juga di kelas. Untung saja keseimbanganku lumayan baik, walaupun
tidak bisa mengendarai sepeda, saat ada yang berteriak memanggil namaku dari
belakang. Hampir saja aku terjatuh saat menaiki anak tangga di depan kelas
mendengar suara Doni yang menggelegar.
“Lama
banget sih Lo? Perasaan kosan lo sama kampus dekat deh!” semprot Doni.
“Biasanya
gue juga nyampe jam segini kali. Elo ajah yang kecepatan datangnya.” Aku
melirik jam tangan Gucciku, hadiah dari seseorang jadi aku tidak tahu asli atau
palsu.
“Udah
lebih dari setengah jam gue nungguin lo di sini.”
“Elo
di sini dari jam 6an?” Tanyaku heran.
“Udah
deh gak penting. To the point aja. Gue butuh bantuan lo, Sha.”
“Rey!
Bantuan apa?”
“Gue
mau konsul dulu sama lo.”
“Jangan
sekarang, ya. Gue ada kuliah ni. Gimana kalau ntar jam 1 aja habis gue kuliah?”
“Oke!
Gue tunggu lo di lobby.” Doni langsung saja berlalu.
“Dasar
orang aneh. Udah nunggu dari pagi, mau aja nunggu sampe jam 1.” Batinku.
***
Kuliah
hari ini benar-benar membuatku ngantuk. Habis begadang semalaman karena
pasien-pasien yang nekat online tengah malam hanya untuk konsul, hari ini harus
mendengar kuliah yang semuanya teori. Aku menghela nafas.
Di
lobi aku melihat doni sudah duduk manis menungguku. Begitu dia melihatku, ia
langsung berdiri dan menarikku ke parkiran.
“Kita
jangan ngomong di sini, ya. Ntar ada yang nguping.”
“Lho?
Biasanya juga nak-anak kalau mau konsul sama gue di kampus kok. Udah di sini
aja, ya. Gue lagi malas ke mana-mana nih.”
“Udah,
lo ikut aja.”
Aku
gak bisa lagi menolak ajakan doni. Sekarang aku sudah naik di atas motornya
yang melaju ke luar kampus. Ia menjalankan motornya ke sebuah café yang tidak
jauh dari kampus.
“Lo
pesen aja. Ntar gue yang bayar.”
Karena
lapar yang mulai menyerang, tanpa basa-basi aku memesan makanan. Doni
membiarkanku menghabiskan makananku tanpa menyela sedikitpun. Aku yang tersadar
langsung mengehentikan makanku.
“Oke.
Gue udah selesai. Sekarang lo mau cerita apa?”
“Gue
mau nanya pendapat lo.”
Ada
kemiripan antara cerita doni dengan apa yang gue alamin selama ini. Doni saat
ini sedang mengejar kembali cewek yang dia sayang waktu SMA. Karena sekarang
beda kota, hubungan mereka hanya sebatas TTM. Doni sadar kalau menggantung
hubungan seperti ini hanya memberi ketidakpastian sama hubungan mereka. Karena
itu, doni mau memberi kepastian hubungan mereka. Hanya saja, sudah lebih dari
sebulan mereka gak ada komunikasi. Doni jadi bingung harus memulai dari mana.
Gue
merasa mendengar cerita cinta gue dari doni. Hubungan gue sama dimas memang
lagi gak ada kejelasan. Entah karena dimas yang gak berani untuk berkomitmen
atau waktunya yang kurang tepat. Aku selalu menyibukkan diri agar tidak
memiliki waktu untuk memikirkan tentang hubunganku dengan dimas.
Anganku
melayang ke saat pertemuanku yang terakhir dengan dimas yang sekaligus
pertengkaran terakhirku dengannya. Dimas marah karena di hari terakhirku
sebelum aku berangkat ke jogja, aku pergi dengan teman-temanku, bukan dengannya.
Padahal saat itu, dimas sudah dua hari tidak menghubungiku. Bahkan menanyakan
kabar pun tidak, yang akhirnya aku mendengar dari adiknya kalau dimas sedang ke
luar kota saat itu karena ada acara keluarga. Ia tidak sempat memberi kabar
karena sibuk membantu sepupunya yang sedang menikah. Tapi tetap saja, aku
merasa dia sudah tidak adil.
“Sha?”
doni membuyarkan lamunanku.
“Kenapa?”tanyaku.
“Terus
gimana?”
“Lo
temuin tuh cewek dan lo jelasin semuanya. Bawa juga barang yang dia suka. Tapi
lo ngasihnya setelah dia ngerti sama hubungan kalian.”
“Berarti
gue harus ke kota tempat dia kuliah dong?”
“Iyalah.
Lo kan cowok, harus mau berkorban dong.”
“Oke,
kalau gitu gue balik dulu, ya.” Doni berdiri dan melenggang begitu meninggalkan
meja mereka.
“Oik!!
Bayar dulu nih. Gue pulangnya gimana?” aku berteriak sampai seisi café
melihatku.
“Tenang
aja. Gue serahin lo ke sepupu gue.”
Jawab doni sambil keluar meninggalkan
café.
Aku
melihat ke sekelilingku untuk mencari siapa orang yang dimaksud doni. Tapi aku
tidak menemukan orang yang terlihat berjalan ke arahku.
“Permisi,
mbak. Ini ada orange juice sama roti bakar buat mbak.” Seorang pelayan
menghampiriku. “Tidak mungkin dia sepupu doni” pikirku.
“Mbak,
ini ada sesuatu buat mbak.” Seorang pelayan lainnya menghampiriku dan memberikan
sebuah kotak hitam.
Aku
kembali duduk dan meminum orange juice yang diberikan pelayan tadi. Aku membuka
kotak hitam yang ternyata berisi sebuah novel yang sedang aku cari dan sebuah
kotak kecil yang berisi jam. Roti bakar itu menarik perhatianku, aku mencuil
sedikit sambil membaca surat dari kotak hitam itu.
Aku hanya ingin meminta
maaf.
Aku datang untuk
menyampaikan cinta yang dulu tertunda.
Please, kasih aku kesempatan
buat jelasin semuanya.
Sorry!!
DIMAS
Nama
itu membuat aku kembali merasakan sedih, yang jujur saja sudah mulai hilang.
Entah terbawa orange juice yang kuminum atau ikut tertelan bersama roti bakar
yang kumakan.
Mataku
kembali mencari sosok dimas. Ia berdiri dengan senyuman di dekat meja bar.
Tangannya menenteng sebuah bola basket berwarna hitam. Ia bejalan dengan tetap
menebarkan senyumnya.
Aku
bingung dengan apa yang aku rasakan sekarang. Ada rasa bahagia, sedih, kaget,
deg-degan, dan malu karena semua orang memperhatikan kami berdua.
“Maaf”
katanya lembut.
“Gitu doang?” tanyaku.
“Ini.”
Dia memberikan bila basket itu kepadaku.
“Semuanya
adalah kesukaanmu. Orange juice, roti bakar, novel, dan jam tangan. Dan ini
yang terakhir. Bola basket berwarna hitam, karena hitam warna favorit kamu.”
“Apa
kamu pikir dengan kamu ngasih aku semua ini aku bakal mau nerima kamu?”
“Emang
aku nembak kamu?” jawab dimas yang membuat orang di sekitar kami tersenyum.
Aku
memicingkan mata dan menatapnya sebal.
“Aku
bukan ingin nembak kamu. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasain ke
kamu. Aku sayang sama kamu.”
“So?”
tanyaku cuek.
“Perasaan
kamu gimana?” tanyanya mulai tidak sabar.
“Katanya
cuma mau ngungkapin.” Elakku.
“Oke!
Aku salah. Aku juga perlu tahu kan gimana perasaan kamu ke aku.”
“Apa
aku perlu jawab lagi?” tanyaku sambil tersenyum.
“Tentu.”
Aku
membereskan semua barang-barangku dan berjalan keluar café dengan menggandeng
lengan dimas.
“Lain
kali kalau kamu ngilang gak jelas lagi, jangan pernah muncul di hadapanku.”
Aku
tersenyum tulus dan bahagia. Semua kesedihan yang kurasakan selama ini
benar-benar hanyut terbawa orange juice dari dimas.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar